SETARA Institute: Penegakkan Hukum dan Etik dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J Harus Terbuka

SETARA Institute: Penegakkan Hukum dan Etik dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J Harus Terbuka

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA | liputan12 – Ketua SETARA Institute Hendardi menilai bahwa penetapan status tersangka untuk Irjen Pol Ferdy Sambo serta beberapa personil lain dan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh tim khusus bentukan Kapolri, secara umum bisa dikatakan telah mengesankan penegakan hukum yang lebih tegas dan tidak pandang bulu di dalam Polri.

“Namun penerapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personil baik dari Polres Jaksel, Polda Metro Jaya maupun Mabes Polri mesti benar-benar fair, akuntabel dan terbuka dalam prosesnya,” kata Hendardi melalui rilis tertulisnya, Senin 15 Agustus 2022.

“Hal ini penting untuk memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap
anggota Polri,” lanjutnya.

Sementara, untuk anggota yang diduga melanggar etik tentu dapat dijerat pidana apabila dapat dibuktikan yang bersangkutan memang terkait langsung dengan peristiwa pidananya atau turut serta membantu tindak pidana.

“Namun penetapan jerat pidana tersebut mesti dilakukan secara berhati-hati, dan bertanggung jawab serta harus cukup terbuka tentang tindak pidana apa yang
dilakukan ybs. Banyak dari anggota yang sebenarnya hanyalah korban skenario di awal kasus ini muncul,” kata Hendardi.

Hendardi menyebut, melihat cukup banyak personil Polri yang diperiksa berkaitan dengan pelanggaran etik dan pidana, sangat penting dipertimbangkan tentang kondisi mental dan moral anggota serta kewibawaan institusi.

Dugaan sangkaan atau menyatakan ketidakprofesionalan anggota mesti dengan pertimbangan matang menyangkut apakah seluruh personil dalam 3 jenjang proses penyelidikan dan penyidikan di mulai di Polres Jakarta Selatan, lalu PMJ maupun terakhir di Bareskrim Mabes Polri memiliki dasar fakta-fakta awal yang sama dan transparan untuk dianalisis.

“Juga kecenderungan penerapan dugaan dan sanksi etik ini secara tidak transparan dapat menuai prasangka pemanfaatan untuk interest tertentu maupun upaya menyudutkan pihak-pihak tertentu secara unfair,” kata Hendardi.

Seyogyanya, kata Hendardi, setiap proses pemeriksaan baik hukum maupun etik dapat diinfokan secara bertahap dan terbuka untuk menghindari prasangka-prasangka dan menunjukkan proses yang akuntabel.

“Termasuk di dalamnya melibatkan Kompolnas dalam pengawasan proses sesuai kewenangannya sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat g dan f Perpres 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),” tutupnya.

Editors Team
Daisy Floren