Pilkada Serentak 2024, Aktivis Bogor: Bahasa Langit Elit Politik Versus Suara Jerit Sulit Rakyat di Bumi
BOGOR I LIPUTAN12 - Pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 hanya tinggal menghitung hari. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan bahwa kontestasi elektoral akan dilakukan secara serentak pada tanggal 27 November 2024.
Ada sejumlah provinsi, kabupaten dan kota yang akan menggelar Pilkada, termasuk di provinsi Jawa Barat, Kota dan Kabupaten Bogor. Tahapan dan jadwal pilkada telah di lalui, mulai dari pendaftaran bakal calon, penetapan calon, pengundian nomor urut hingga debat antar pasangan calon.
Dalam sejumlah atribut sosialisasi hingga beberapa debat publik yang telah dilakukan, pasangan Cagub/Cawagub Jabar, Cabup/Cawabup Bogor telah memaparkan ragam rencana strategis dan program kerja hingga menggaungkan visi misi jika terpilih nanti.
Semuanya nampak optimis akan menang dalam kontestasi elektoral tersebut. Visi dan misi para paslon kandidat pemimpin daerah ini juga tak kalah mentereng, hanya saja pertanyaan nya adalah, apakah semua itu relevan dengan kondisi dari kehidupan rakyat yang ada di akar rumput?
Penelusuran penulis ke sejumlah wilayah kecamatan, desa bahkan hingga kampung-kampung, masih banyak warga masyarakat yang tidak tahu akan adanya giat Pilkada. Tak sedikit pula warga yang tau tapi mereka cuek (tak peduli) soal pemilihan pemimpin daerah mereka yang akan datang.
Ditelisik lebih dalam, berdasarkan obrolan dan diskusi penulis dengan warga baik itu secara perorangan maupun kelompok, ada rasa jenuh di tengah masyarakat berbicara soal politik. Bahkan, saat ini mereka lebih suka bicara olahraga, seperti sepakbola dan perjuangan timnas Garuda ke Piala Dunia.
Hingar bingar sosialisasi dan konsolidasi di tingkat atas, mentereng nya program visi dan misi para calon dengan bahasa langit para elit politik, ternyata hanya menjadi perhatian segelintir orang. Sedangkan jerit sulit kehidupan ekonomi masyarakat akar rumput, lebih menggema di setiap sudut dan ruangan tempat tinggal masyarakat.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, apa dan siapa yang salah dari fenomena ini? Tentu tak ada yang bisa disalahkan, karena semua itu kembali kepada diri sendiri dari setiap orang/individu. Namun sebagai salah satu bagian masyarakat, penulis hanya ingin mencari realita yang ada tentang korelasi adanya kehadiran dari seorang pemimpin yang mengerti kondisi rakyatnya.
Sebab, seharusnya pemilihan pemimpin daerah atau pemilihan apapun yang tujuan nya untuk memimpin atau mewakili rakyat, dan memperjuangkan kehidupan rakyat agar lebih sejahtera, bukan hanya ramai di lakukan saat ada ajang pemilihan, tapi juga dapat dilaksanakan setelah terpilih nanti.
Banyak kata di kalangan masyarakat akar rumput, soal janji-janji manis dari para calon serta lemahnya komitmen saat sudah terpilih.
Salah satu ungkapan itu adalah: "PARA CALON DATANG DENGAN JANJI MANIS SETINGGI LANGIT BIAR DIPILIH, TAPI SETELAH TERPILIH MEREKA HILANG BAGAI DITELAN BUMI".***