Peringati Hari Solidaritas Internasional Bagi Palestina, Adara Relief Internasional Ajak Seluruh Pihak Bersama Bangun Kembali Gaza
JAKARTA | LIPUTAN12 – Jelang peringatan Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina yang jatuh pada 29 November, Adara Relief Internasional menggelar acara Women Speak Up For Palestina dengan tema ‘Your Silence is Killing’.
Kegiatan yang dihelat pada Sabtu, 25 November 2023 di Restoran Al Jazeera, Jakarta Timur itu mengundang serangkaian tokoh perempuan dari berbagai kalangan dan profesi untuk menyuarakan kepedulian mereka terhadap agresi yang berlangsung di Gaza.
Aktivis perempuan peduli Palestina dan Al Aqsa turut menghadiri acara ini, baik secara langsung maupun online, di antaranya Sekretaris Global Woman Coalition for Al Quds and Palestine (GWCQP) Dr. Rabab Awadh, Ketua Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa (KPIPA) Ustazah Nurjanah Hulwani, S.Ag., M.E., serta aktivis Palestina Ustazah Annisa Theresia Ebbena Ezeria.
Acara ini juga di hadiri oleh perempuan tokoh agama, Dr. Syifa Fauzia., M. Arts., selaku Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT); anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta, Fahira Idris; Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN, Hj. Desy Ratnasari, M.Si., M.Psi; Perempuan Praktisi Hukum, Evi Risna Yanti, S.H., M.Kn.; Mewakili perempuan di bidang medis yaitu Hj. Roziana Ghani yang merupakan Direktur Rumah Sakit Ridhoka Salma, beserta dr. Dewi Inong Irana, Sp.KK., FINSDV, FAADV; Perempuan Penulis, Asma Nadia; Influencer dan penggiat Parenting, Vendryana Larasati; serta mewakili insan pers, yaitu jurnalis Dazeninda Vrilla Vaditra. Selain itu, acara juga dihadiri oleh para undangan dari berbagai kalangan dan komunitas secara daring.
Direktur Utama Adara Relief Internasional, Ir. Maryam Rachmayani, S.Th., M. M., pada kesempatan tersebut mengatakan, saat ini kebanyakan media internasional bungkam terhadap isu Palestina. Namun tentunya, kami berharap tidak demikian dengan para rekan media di Indonesia.
“Oleh karena itu, pada hari ini Adara mengajak rekan media, para tokoh, influencer, dan seluruh elemen masyarakat untuk terus menyuarakan Palestina, jangan pernah bosan apalagi berhenti hingga penjajahan itu berakhir, karena ‘your silence is killing’. Diamnya kita, berarti merestui genosida yang sedang terjadi di Gaza,” kata Maryam.
Berbicara mengenai tema yang diusung, Maryam mengatakan bahwa genosida Israel di Gaza terjadi karena dunia telah lama mengabaikan Palestina.
Padahal, menurutnya, isu kemanusiaan di Palestina adalah tanggung jawab bersama, khususnya karena anak dan perempuan menjadi pihak paling rentan sekaligus sasaran utama penjajah Israel dalam setiap agresi maupun kebijakan penjajahannya.
“Bahkan jika agresi telah berhenti sama sekali hari ini pun, dunia masih memiliki utang untuk Gaza dan Palestina. Agresi bukan hanya telah mengakibatkan korban kematian sebanyak lebih dari 15.000 jiwa, termasuk sekitar 6.000 anak dan 4.000 perempuan, tetapi juga meninggalkan banyak luka fisik maupun psikis yang membutuhkan pemulihan dalam jangka panjang,” tutur Maryam.
“Selain itu, ribuan anak telah menjadi yatim dan platu baru dan perempuan-perempuan menjadi janda, di tengah kondisi Jalur Gaza yang hancur lebur dan perekonomian berhenti total,” lanjut Maryam.
Maka, pada Hari Peringatan Solidaritas Internasional untuk Palestina ini, Adara merilis program “Bangun Kembali Gaza”.
“Kami berkomitmen untuk membangun kembali Gaza dengan mendirikan klinik kesehatan, pusat bantuan untuk kebutuhan anak dan perempuan, serta taman bermain anak. Selain itu, 2.000 yatim akan mendapatkan kesempatan melanjutkan masa depannya melalui program Dekap Yatim Palestina, 1.000 penghafal Al Qur’an setiap tahun akan dilahirkan dari Gaza melalui program HAQ (Hidupkan Ahlul Qur’an),” tambah Maryam.
“Saya sebagai Direktur Utama Adara Relief International semakin yakin dengan adanya andil dari media dan para tokoh perempuan yang dengan posisi masing-masing dapat menguatkan tujuan bersama, yakni mewujudkan amanah konstitusi sebagai bangsa Indonesia dengan mendukung kemerdekaan Palestina dan menjaga ketertiban dunia,” pungkas Maryam.
Sekretaris Global Woman Coalition for Al Quds and Palestine (GWCQP) Dr. Rabab Awadh turut menyampaikan bahwa peran perempuan sangat penting dalam membela dan menyuarakan Palestina.
“Saudariku bentuklah generasi, kita harus fokus pada pendidikan generasi anak-anak kita, mereka harus tahu sejarah dan fakta mengenai apa yang terjadi saat ini di Palestina. Kita harus memainkan peran penting ini,” ungkap Dr. Rabab Awadh.
“Anak-anak kita saat ini dengan izin Allah kelak akan menjadi generasi pembebas yang berkontribusi dalam terwujudnya kemerdekaan Palestina yang waktunya hanya berjarak dua ujung busur panah bahkan lebih dekat dari itu (sudah tidak lama lagi),” tuturnya.
Berbicara atas nama Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa (KPIPA), Nurjanah Hulwani menyatakan bahwa kejahatan penjajah zionis harus dilawan dengan segala kekuatan yang dimiliki, “Jumlah lebih dari 14 ribu yang meninggal di Gaza, 70% nya adalah perempuan dan anak dalam waktu 1,5 bulan, ini adalah bentuk kejahatan kemanusian terbesar yang dilakukan penjajah zionis Israel. Kita perempuan Indonesia harus terus menyuarakan dan membuktikan pembelaan kita kepada Palestina dengan menghimpun kekuatan yang kita miliki yaitu kekuatan politik, kekuatan media dan kekuatan dana,” ujarnya, “semoga dengan kekuatan2 tersebut kita bisa mengurangi penderitaan perempuan dan anak Palestina,”
Sementara itu, Bunda Romi menyatakan bahwa program-program pemulihan Gaza pasca agresi sangat penting, khususnya bagi anak dan perempuan yang menjadi sasaran Israel, “Anak-anak dan perempuan harus dilindungi, karena mereka adalah penerus bangsa.” ia menegaskan, “kita bisa membantu masyarakat di Palestina, tidak hanya dari sisi kesehatan fisik ilmu kedokteran secara psikologis kita bisa membantu mereka, menghilangkan trauma, membantu perempuan- perempuan yang merasa sudah mengalami banyak hal dalam hidupnya agar mereka bisa keluar dari perasaan cemas dan rasa tidak nyaman ini, melalui konseling online atau apapun agar dapat membantu membangitkan kehidupan mereka.”
Hal yang sama diungkap pula oleh Roziana Ghani dan dr. Dewi Inong Irana, yang mengatakan bahwa agresi militer Israel sangat merusak kesehatan masyarakat, “khususnya anak-anak dan bayi yang terluka parah, luka parah tersebut bisa menyebabkan infeksi berat, apalagi dengan tidak adanya obat-obatan saat ini, dan tenaga medis serta tempat pengobatan yang layak, dan akibatnya bisa mengakibatkan nyeri yang sangat parah, penderitaan yang sangat mengerikan untuk anak dan wanita, cacat dan kematian.” kata dr. Dewi. Inong. Oleh karena itu, menurutnya perlu bantuan medis untuk rehabilitasi pasca agresi yang akan menjadi pekerjaan jangka panjang.
Mewakili tokoh agama di kalangan perempuan, Dr. Syifa yang merupakan Ketua Umum Badan Kerjasama Majelis Taklim (BKMT) menyampaikan urgensi para tokoh agama untuk tidak berhenti bersuara tentang Palestina dalam majelis ilmu, khususnya tentang Gaza. Hal senada disampaikan Ustadzah Tere, yang menambahkan bahwa isu Palestina adalah isu kemanusiaan dan bukan isu SARA la menekankan, bahwa ‘cukup menjadi manusia untuk membela Palestina.
Sementara itu, menurut Evi Risna Yanti, pengacara dan praktisi hukum, apa yang terjadi di Gaza pada saat ini merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional (HHI) oleh Israel secara terang-terangan. Hal ini terjadi sekarang karena Israel seolah memiliki impunitas bahkan didukung oleh negara-negara pemegang hak veto PBB.
Israel juga melakukan pelanggaran terhadap pers, yang seharusnya mendapatkan perlindungan dalam perang, bahkan dengan sengaja menargetkan para jurnalis agar tidak dapat memberitakan apa yang sebenarnya terjadi di Gaza, sebagaimana disampaikan oleh Dazen Vrilla yang merupakan publik speaker dan jurnalis.
Menurutnya, yang saat ini paling ditakuti oleh Israel adalah para netizen, karena memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menciptakan awareness terhadap genosida yang dilakukan Israel, “Sekarang Israel berharap dunia berangsur lupa, dan kebejatan mereka lama-lama tidak trending lagi. Di situ kita punya peran untuk reminding ke seluruh dunia bahwa hei, Palestina masih menderita loh, anak-anak masih kejang-kejang loh di lantai rumah sakit. Pemukiman warga masih dibom lah.”
Sejalan dengan itu, menurut Vendryana, sangat penting untuk terus menyuarakan Gaza dan Palestina, meskipun agresi sudah berakhir. Sebagai influencer sekaligus pegiat parenting, ia mengatakan bahwa sosial media merupakan sarana yang sangat efektif untuk menyuarakan kepedulian.
Adapun Asma Nadia, selaku penulis menyampaikan bahwa bersuara untuk Palestina harus dilakukan, karena saat ini diam bukanlah berarti netral, “pernahkah kita berfikir bahwa kediaman.
Kita akan membawa korban jatuh lebih banyak, bahwa kediaman kita adalah serupa dengan membiarkan pembunuhan terjadi ketika kita mungkin masih bisa berbuat sesuatu?”
Pada akhirnya, apa yang terjadi di Gaza dan Palestina hari ini adalah dampak dari penjajahan, dan oleh karena itu perempuan Indonesia harus terus menyuarakan Palestina hingga dapat merdeka, sebagaimana disampaikan oleh Fahira Idris, anggota DPD DKI Jakarta.
Senada dengan itu, berbicara sebagal anggota Komisi X DPR RI, Hj. Desy Ratnasari menyatakan bahwa kita harus melakukan apa pun yang kita bisa: berdoa, berdonasi, bergerak, dan tidak berhenti untuk menyuarakan Palestina.
“Kita bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran kita untuk menggugah pimpinan negara kita, mereka yang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengambil kebijakan dan keputusan membantu saudara-saudara kita di Palestina. Bahwa perang membawa duka terutama bagi ibu dan anak, sudah banyak ibu dan anak menjadi sasaran perang,” ucap Hj. Desy Ratnasari.
Desin Frila perwakilan Jurnalis, mengutarakan, “kondisi PERS jauh dari rasa aman, hal ini jauh dari hukum Internasional yang harusnya aman dari konflik maupun perang yang harus dilindungi, namun justru dalam konflik ini pers malah menjadi sasaran. Mari kita lakukan boikot produk-produk Israel dan dorong pesan-pesan kemanusiaan melalui jaringan sosial media untuk mendukung kemerdekaan Palestina”.
Lepas dialog. Adara merilis laporan bantuan di Gaza, yang meliputi tahap kesiapsiagaan dan darurat. Adara yang telah bermitra lama dengan NGO lokal, memiliki 2 ambulans untuk membantu evakuasi korban. Adara juga telah bekerja sama dengan mitra lokal dalam menyediakan bahan makanan dan air minum, yang dapat segera didistribusikan untuk memenuhi kondisi darurat agresi.
Selanjutnya, Adara menggelar tanya jawab untuk media dan penampilan lagu-lagu kemanusiaan dari Rahma Syamila. Acara kemudian ditutup dengan deklarasi kepedulian bersama para tokoh perempuan. Melalui momen Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina ini, Adara berharap bahwa peluncuran program ‘Bangun Kembali Gaza’ ini dapat menjadi seruan bagi terhimpunnya seluruh potensi kebaikan hingga dapat menebar kepedulian dan kedamaian untuk Gaza dan Palestina. Seluruh dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak tentunya merupakan energi yang akan terus menguatkan.
Adara juga menampilkan harapan dan doa dari anak-anak Indonesia untuk Palestina yang telah dikumpulkan dari berbagai sekolah yang dijadikan sebagai bagian dekorasi dari perhelatan acara Women Speak Up pada hari ini.***