Pengacara Eks Dirjen Kemenhan, Mila Ayu Dewata Sari Sebut Kliennya Tidak Bisa Dipidana

Pengacara Eks Dirjen Kemenhan, Mila Ayu Dewata Sari Sebut Kliennya Tidak Bisa Dipidana

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan tahun 2015 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto menyatakan tidak bisa dipidana karena pengadaan tersebut adalah diskresi.

Ia juga menegaskan yang dilakukannya juga sudah sesuai dengan UU nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan utamanya Pasal 1 ayat 9 yang mengatur diperbolehkannya tindakan konkret penyelenggara negara bila menghadapi persoalan.

Hal itu sebagaimana siaran pers Agus Purwoto melalui kuasa hukumnya Tito Hananta, Mila Ayu Dewata Sari dan tim usai persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 2 Maret 2023.

Ada sepuluh poin yang dijelaskan dalam hal jawaban atas dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum.

Sebagaimana, Agus Purwoto yang pernah menjabat sebagai Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode Desember 2013-Agustus 2016 didakwa telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 453.094.059.540,68 dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kemenhan RI tahun 2015.

Menurut Tito Hananta, tindakan Agus Purwoto dalam pengadaan satelit hanya menjalankan SK Menteri Pertahanan Nomor : KEP/2069/M/XII/2017 Tentang Penetapan Penyedia Jasa Penyewaan Satelit Slot Orbit GSO 123 BT dan Pendukungnya.

Tito juga menyebutkan, bahwa landasan Jaksa Penuntut Umum dalam mendakwa Agus menggunakan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sementara itu Kuasa Hukum Agus Purwoto lainnya yakni Mila Ayu Dewata Sari juga menegaskan, kliennya tidak ada unsur melawan hukum dalam perkara pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti.

“Terdakwa tidak menerima dan tidak menikmati hasil dugaan korupsi yang diterima oleh pihak Avantii Comunications Limited bahwa sesuai dengan surat dakwaan,” papar Mila.

“Seluruh uang yang diduga merugikan keuangan negara kurang lebih Rp 450 miliar sepenuhnya diterima oleh Avanti,” lanjut Mila.

Padahal berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang menyatakan kerugian keuangan negara.

“Ini artinya bahwa SEMA Nomor 4 Tahun 2016 menegaskan bahwa BPKP tidak berhak menyatakan kerugian negara,” ucap mila.

Sedangkan Agus Purwoto berharap agar kasusnya ini bisa diambil hikmahnya dengan melibatkan BPKP dalam pengadaan untuk memberikan Pre-Audit untuk mencegah dugaan kerugian negara.

Lalu juga melibatkan BPK untuk review sebelum dilaksanakan transaksi pembayaran melalui keabsahan dan kelengkapan dokumen yang akan dijadikan sebagai dasar transaksi pembayaran.

“Jadi kesimpulan saya semua ini kan baru dugaan dan seperti yang sudah dijelaskan bahwa klien kami hanya menjalankan SK menteri, proses ini masih panjang dan proses ini sudah jelas akan melibatkan banyak pihak jadi mohon bersabar dan jangan membuat opini publik yang negative sebelum ada putusan dari pengadilan,” tutup Mila.***

Editors Team
Daisy Floren