Ormas Gempa Ungkap Kasus Bank Emok dengan Warga, Ada Banyak IRT Minggat Tinggalkan Suami
LIPUTAN12.ID|BOGOR – Praktek pinjaman di kalangan masyarakat yang identik dengan rentenir, masih menjadi sebuah fenomena yang seolah tak lekang di makan zaman. Akhir-akhir ini muncul istilah bernama Bank Emok yang menjadi modus baru bagi para rentenir untuk menjalankan aksinya.
Layaknya para rentenir yang sudah-sudah, mereka menjalankan praktiknya meminjamkan uang dengan bunga yang tinggi. Nama Emok sendiri dipilih karena ada korelasinya dengan target mereka, yakni para ibu rumah tangga yang tengah membutuhkan dana. kata Emok sendiri diambil dari bahasa sunda yaitu cara duduk lesehan ala perempuan dengan cara bersimpuh sembari menyilangkan kaki ke belakang.
Hal ini tentunya sangat meresahkan warga. Gerakan Muslim Penyelamat Akidah (Gempa) yang merupakan salah satu organisasi masyarakat (Ormas) terus gencar memerangi Bank Emok dan juga sejenisnya.
Ketua DPW Gempa Jawa Barat, Al Haidar menegaskan, kita tidak akan berhenti bergerak dan akan terus bergerak memperjuangkan aqidah yang akan dirusak oleh perekonomian kapitalis dan liberalis. Itu pun dilakukannya sesuai dengan aspirasi masyarakat yang mengadukan secara tertulis kepada pihaknya.
“Dalam kiprah kami tidak bertindak tanpa dasar melainkan sesuai dengan permohonan tertulis masyarakat yang mengadukan nasibnya karena merasa sangat resah dengan hadirnya bank emok, bank keliling dan koperasi simpan pinjam hingga yang mengatasnamakan syariah,” ungkap Al Haidar, saat dihubungi via pesan singkat WhatsApp, Jumat (13/12/2019)
“Namun, mereka yang minta tolong juga harus berjanji taubat tidak akan mengulangi meminjam uang dari rentenir lagi,” sambungnya.
Dia menegaskan pula, pihaknya tidak boleh meminta jasa imbalan apapun dari para korban apalagi dari rentenir, pihaknya bergerak semata nafas ormas sebagai penyelamat aqidah.
“Lillahi Ta’ala kami bergerak karena sangat prihatin dengan keluhan para korban bank emok dan sejenisnya, yang pada klimaksnya menghancurkan keharmonisan warga dan keluarga seperti yang terjadi wilayah 6 Pejampangan Kabupaten Sukabumi,” tuturnya.
Menurut Al Haidar, keharmonisan warga menjadi rusak karena seorang anggota yang belum dapat membayar cicilan akan dibulli oleh anggota lainnya, dimana dalam kolektifitasnya bank emok, pembayaran bersifat tanggung renteng.
“Sehingga apabila ada satu anggota yang belum atau tidak dapat membayar, maka anggota lain secara bersama akan menanggung beban agar secara kolektif cicilan dapat terpenuhi,” terangnya.
Lebih jauh dan mengejutkan Al Haidar mengungkapkan, dalam kasus lain karena kerap terdesak tidak dapat membayar cicilan, seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) minggat meninggalkan rumah dan suaminya.
“Seorang Ibu rumah tangga bahkan dapat dengan mudah terjerumus ke dalam rayuan kolektor, membayar dengan tubuhnya agar pihaknya tidak mencecar pembayaran hutang cicilanny,” jelas Al Haidar.
Hal tersebut, menurutnya, sudah bukan menjadi rahasia umum dan dapat terjadi dimanapun, bahkan terhadap siapapun yang terlibat dalam peminjaman melalui koperasi, bank emok dan bank keliling.
Maka, Al Haidar menegaskan jangan salahkan Ormas Gempa untuk bertindak menyikapinya, dan pihaknya akan terus berjuang pada jalurnya hingga titik darah penghabisan.
“Demi memberantas riba sebagai musuh Allah SWT yang nyata karena riba dapat merusak aqidah yang kini tengah melanda masyarakat dalam bentuk bank emok, koperasi dan banke yang ternyata mayoritas tidak memiliki ijin operasional secara resmi,” tegas Al Haidar.
Dia juga menghimbau kepada para Kepala Desa agar jangan pernah memberikan izin tertulis kepada bank emok, bank keliling, koperasi atau rentenir, apapun namanya untuk masuk kewilayah desanya.
“Bank emok dan sejenisnya itu,meracuni masyarakat dengan janji manis, yang sungguh semuanya adalah racun penghancur aqidah bernama riba. Namun jika izin telah dikeluarkan, maka agar segera mencabut izin tersebut agar tidak menjadi batu sandungan bagi pergerakan kami di lapangan,” pungkasnya.*
Reporter: Apih
Bank Emok, Ormas Gempa, Ketua DPW Gempa Jabar, Al Haidar