FAMS Gencar Suarakan Penolakan Tambang Fosfat di Sumenep dalam Forum ‘One Billion Rising’

0
303

SUMENEP | LIPUTAN12 – Suara penolakan terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumenep terkait rencana penambahan lokasi peruntukan pertambangan secara besar-besaran dalam review Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tahun 2013-2033, semakin getol dan masif dibicarakan oleh berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari Fron Aksi Mahasiswa Sumenep (FAMS) yang menyuarakan penolakan terhadap rencana tambang fosfat di kabupaten ujung timur pulau Madura, dalam forum One Billion Rising (OBR).

One Billion Rising (OBR) “Kebangkitan Satu Miliar” merupakan gerakan global yang dimulai sejak 2012 sebagai bagian dari kampanye untuk membawa kesadaran pada tingginya jumlah pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan melalui tarian.

OBR dilaksanakan setiap tahun nya bertepatan dengan Hari Valentine atau hari kasih sayang 14 Februari dan sudah diikuti 200 negara di seluruh dunia. Di Indonesia pada tahun 2021 ini OBR dilakukan secara virtual dikarenakan masih dalam situasi pandemi dan diikuti 34 organisasi dalam negeri serta satu organisasi yang berbasis di Hongkong.

Ketua FAMS Sumenep, Agus Wahyudi menyampaikan isu penolakan fosfat dalam forum global merupakan bagian dari upaya FAMS sebagai entitas gerakan untuk menggalang solidaritas rakyat di seluruh dunia agar ikut menyuarakan penolakan fosfat di Kabupaten Sumenep

“Kami membangun solidaritas agar rakyat di Indonesia dan dunia mengerti tentang persoalan di Sumenep,” katanya Rabu (17/2/2021).

FAMS secara organisasi melihat, memiliki berapa dampak yang akan merugikan masyarakat di Kabupaten Sumenep, di antaranya pertambangan fosfat akan membutuhkan lahan yang tidak sedikit, sehingga akan terjadi alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran.

Sedangkan lahan merupakan alat produksi utama bagi masyarakat petani. Tentu kalau ini dilakukan menurut dia, akan banyak masyarakat yang berprofesi sebagai petani akan menjadi pengangguran. Apalagi mayoitas perempuan di Kabupaten Sumenep juga berprofesi sebagai petani dan akan terancam kehilangan pekerjaan akibat pertambangan fosfat ini.

“Mayoritas rakyat termasuk perempuan yang berprofesi petani akan kehilangan pekerjaan,” terangnya.

Dari sisi lain dampaknya adalah, tambang fosfat akan menyebabkan bencana ekologi, perampasan ruang hidup masyarakat akibat aktivitas pertambangan. Kalau dilihat ekplorasi fosfat ini akan menghancurkan gugusan bebatuan kars atau pegunungan yang merupakan tempat serapan air. Tentu dalam jangka panjang akan mengakibatkan bencana alam berupa, banjir, kekeringan dan longsor.

“Harusnya, pemerintah melakukan kajian secara komperhensif dan substainabele terlebih dahulu. Lingkungan kalau sudah rusak susah diperbaiki, harus menggunakan langkah preventif. Karena pertambangan fosfat ini akan menciptakan bencana ekologi yang sangat merugikan masyarakat,” jelasnya.

Sementara rencana ekspolari pertambangan fosfat patut diduga merupakan tindakan melawan hukum. Karena kata Agus, gugusan bebatuan kars sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Unesco dan di Indonesia ditetapkan sebagai area konservasi yang tidak diperbolehkan ada aktivitas pertambangan.

“Karas termasuk dalam kawasan lindung nasional, itu bisa dijumpai dalam pasal 52,53 dan 60 PP Nomor 26 tentang Rencana Tata Ruang Wilayan Nasional,” ujar Agus.

Agus Wahyudi menegaskan, harusnya Pemerintah Kabupaten Sumenep melakukan Reforma Agraria ketika ingin menibgkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memberikan subsidi dan akses seluas-luasnya sarana prasarana produksi pertanian bagi petani. Karena, serapan tenaga kerja terbesar berada di kabupaten ujung timur Pulau Madura itu berada pada sektor agraria. Bukan justru, menurut dia membuat kebijakan yang akan mengganggu sektor utama itu dengan berencana memperluas lokasi pertambangan fosfat.

“Untuk itu kami tegaskan, FAMS menolak dengan tegas pertambangan fosfat di Kabupaten Sumenep,” tegasnya.

Diketahui, Pemerintah Kabupaten Sumenep berencana akan mengajukan tambahan lokasi tambang fosfat dalam pembahasan review Rencana Tata Ruang Wilayan (RTRW) tahun 2013 – 2033 dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Ada 9 Kecamatan yang direncanakan Pemerintah untuk tambahan lokasi tambang fosfat, yaitu Kecamatan Pasong-Songan, Batuan, Pragaan, Batang-Batang, Dungkek, Talango, Saronggi dan Kecamatan Dasuk serta Kecamatan Rubaru.

Dari rencana di 9 kecamatan yang masih belum masuk di dalam draft RTRW, kemungkinan akan diajukan dalam pembahasan selanjutnya dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Sementara yang sudah masuk dalam draf RTRW sudah ada 8 kecamatan yang akan dijadikan tambang fosfat, yaitu Kecamatan Batu Putih, Ganding, Manding, Lenteng, Guluk-Guluk, Bluto, dan Kecamatan Arjasa serta Kecamatan Gapura Dengan luas konsesi 826 hektar Hingga total keseluruhan ada 17 kecamatan jika disetujui.

Redaktur     : Lekat Azadi
Copyright© liputan12 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here