Ombudsman: Pemkab Wajib Tegur SGC, Cabut Air Pelanggan yang Bayar PAM dalam Masa Transisi!
LIPUTAN12.ID|JAKARTA – Ombudsman Jakarta Raya telah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait pengelolaan air minum di Kawasan Sentul City, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Monitoring dilakukan pasca Bupati Bogor melaksanakan sebagian dari LAHP yakni pencabutan Izin SPAM Sentul City oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor dan penunjukan PDAM Tirta Kahuripan untuk melakukan pengelolaan air minum di Kawasan Sentul City per 31 Juli 2019 melalui SK Bupati Nomor: 693/309/Kpts/Per-UU/2019.
Dalam monitoring terhadap pelaksanaan SK tersebut, Ombudsman menemukan pihak Pemkab Bogor dan PDAM Tirta Kahuripan belum melaksanakan pengawasan secara cermat terhadap operator pelayanan air minum dalam masa transisi yaitu PT Sukapura Graha Cemerlang (PT SGC). PT SGC selaku operator telah secara sepihak menafsirkan diktum kedua SK tersebut yaitu berhak memberlakukan syarat dan ketentuan berlangganan dengan memberlakukan ketentuan berlangganan seperti sebelum dicabutnya Izin SPAM dengan mengaitkan masalah keperdataan penarikan Iuran Pemeliharan Lingkungan (IPL) antara PT SGC dan warga dengan pembayaran air minum.
Padahal menurut Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, SK tersebut sesuai dengan Berita Acara Konsiliasi Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya tanggal 11 Februari 2019. SK tersebut hanya mengatur transisi pengelolaan air minum di Kawasan Sentul City, tidak kemudian menjadi seperti Izin SPAM baru untuk PT SGC serta mengaitkan pembayaran iuran PDAM tersebut dengan masalah keperdataan IPL dan air minum.
“Hingga saat ini kami masih menerima laporan banyak saluran pipa air minum warga di Kawasan Sentul City yang diputus karena mereka rajin membayar tagihan air minum tapi tidak membayar IPL. persis seperti yang berlaku sebelumnya,” ujar Teguh P. Nugroho.
Ombudsman mencatat, sudah ada 28 warga yang mengadu ke Lembaga Pengawas Pelayanan Publik ini terkait dengan pemutusan sambungan air minum oleh PT SGC karena hal tersebut.
“Seharusnya sejak keluarnya SK tersebut pada tanggal 31 Juli 2019, hanya warga yang tidak membayar tagihan air sejak keluarnya SK tersebut yang boleh diputus,” jelas Teguh.
Kalau PT SGC hendak menetapkan syarat dan ketentuan berlangganan sendiri, maka syarat dan ketentuan berlangganan terkait pelaksanaan SK tersebut bukan syarat dan ketentuan berlangganan yang dikaitkan dengan masalah keperdataan mereka dengan warga sebelum adanya SK tersebut.
“Kalau itu yang dilakukan, maka tidak bisa disebut masa transisi tapi melanjutkan Izin SPAM yang putusan MA nya sudah inkracht, harus dibatalkan oleh Bupati dan sudah dilaksanakan oleh Bupati Bogor,” lanjutnya lagi.
Pemkab Bogor dan PDAM Tirta Kahuripan belum cermat dalam melakukan pengawasan kepada operatornya tersebut, karena selain mengaitkan pembayaran PAM dengan IPL, PT SGC juga tidak memenuhi ketentuan dalam poin J dalam diktum kedua SK tersebut yaitu memastikan dan menjamin terciptanya situasi kondusif bagi transisi sistem berlangganan air dari PT Sentul City, Tbk cq PT. Sukapura Graha Cemerlang ke PDAM Tirta Kahuripan sesuai dengan prinsip Good Coorporate Governance.
“Jika Sentul City dan SGC yakin masih bisa menarik IPL walaupun putusan MA menyatakan bahwa IPL yang mereka tarik di Kawasan Sentul City tidak sah, itu menjadi urusan antara SC dengan warga Sentul City dan SC dengan sistem peradilan di Indonesia. Kalau SC tidak mau menuruti keputusan tersebut tentunya perusahaan tersebut sudah siap dengan segala konsekuensinya ketika tidak menaati hasil putusan MA, misalnya dikemudian hari ada gugatan warga yang merasa di rugikan karena harus membayar IPL yang tidak sah” tutur Teguh lagi.
Namun terkait pengelolaan air minum di Kawasan Sentul City, dalam LAHP nya, Ombudsman menemukan adanya ‘maladministrasi’ dalam jual beli air curah oleh PDAM Tirta Kahuripan kepada Sentul City yang tidak mendapat persetujuan dari DPRD. Maladministrasi tersebut terindikasi merugikan negara karena PDAM menjual air curah tersebut kepada SC lebih murah dari harga jual PDAM ke warga Bogor lainnya yang kemudian dijual lebih mahal oleh PT Sentul City cq. PT SGC kepada warga Sentul City dari harga jual PDAM kepada warga Bogor.
Selain itu, PT Sentul City dan PT SGC hanya melayani penjualan air tersebut secara eksklusif kepada warga yang membayar IPL juga kepada mereka.
“Selain maladministrasi, kondisi ini menjadi ironi karena dengan pasokan sebesar 95% disuplai dari air bersih PDAM Tirta Kahuripan yang pengolahannya dibayar dari pajak negara, air tersebut hanya dijual kepada warga yang membayar IPL ke SC saja, termasuk pertokoan mewah, perkantoran, dan mall. Sementara di kawasan tersebut, puluhan ribu KK warga non perumahan tidak mendapat pasokan air bersih,” papar Teguh.
Untuk itu, Ombudsman Jakarta Raya telah menyampaikan surat kepada Bupati Bogor, selain untuk memastikan pengawasan terhadap pelaksaan SK tersebut di lapangan, juga untuk meminta informasi terkait perkembangan yang telah dicapai oleh Pemkab Bogor dan PDAM Tirta Kahuripan dalam masa transisi tersebut termasuk pengalihan PSU yang menjadi kewajiban PT Sentul City sebagai pengembang kepada Pemkab Bogor, proses migrasi data, pembagian keuntungan laba bersih penjualan, dan audit keuangan dari operator air bersih.
“Kita akan memastikan keseriusan PT SC dan SGC dalam masa transisi ini. Kalau mereka tidak mau kawasannya dilayani PDAM ya tidak masalah, masih banyak masyarakat kawasan lain yang membutuhkan air bersih di Kabupaten Bogor di banding mall, pertokoan, apartemen, dan perkantoran di kawasan tersebut,” ujar Teguh.
Lebih lanjut, Teguh menyatakan, “Pemkab dan PDAM selama ini sudah berbaik hati membantu Sentul City menyediakan air bersih untuk kepentingan bisnis mereka, tapi kalau mereka (SC) sudah tidak mau serius tapi tetap minta dilayani, ya lebih baik Pemkab dan PDAM melayani masyarakat di wilayah sekitar Kawasan Sentul City yang lebih membutuhkan atau warga kawasan lain, seperti Jasinga atau Parung Panjang.”
Jakarta, 9 Desember 2019
Sumber: Ombudsman Jakarta Raya