MK Telah Menerima Laporan Pelanggaran Kode Etik Anwar Usman dari Perekat Nusantara dan TPDI

MK Telah Menerima Laporan Pelanggaran Kode Etik Anwar Usman dari Perekat Nusantara dan TPDI

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA | LIPUTAN12 – Laporan Perekat Nusantara dan Kelompok yang mengatasnamakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman (AU), telah diterima Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pukul 14.00 (23/11/2023) di MK.

Dasar Pelaporan Perekat Nusantara EREKAT dan TPDI ke MK, karena pasca Putusan MKMK No.2/MKMK/L/10/ 2023, tanggal 7/11/2023, di mana AU dijatuhi sanksi Pemberhentian Dari Jabatan Ketua MK, besoknya 8/11/2023, AU menggelar Konferensi Pers di hadapan wartawan Ibukota, menyampaikan curhat, pembelaan diri, kecaman kepada koleganya dan fitnah kepada MK dan Hakim-Hakim Konstitusi lainnya.

Pasca diberhentikan dari jabatan Ketua Mk, AU terus melakukan manuver murahan yang semakin merusak marwah MK di mata publik. Padahal AU seharusnya tahu bahwa pasca Putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, tanggal 16/11/2023, telah menyebabkan marwah MK berada di titik nadir kehancuran.

Namun pada saat kolega-kolega AU dan Ketua MK yang baru Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra dan 7 Hakim Konstitusi termasuk AU tengah membenahi, namum AU dalam waktu yang bersamaan melakukan manuver yang merusak marwah MK itu sendiri dengan menebar 17 pernyataan yang tanpa dasar dan keberatan atas pelantikan Ketua MK.

Temuan Perekat Nusantara dan TPDI bahwa AU pada tgl. 8/11/2023, atau sehari setelah MKMK membacakan Putusan Pemberhentiannya dari Ketua MK, langsung menggelar Konferensi Pers di MK menyampaikan keluhan, keberatan dan sejumlah tuduhan yang diduga sebagai mauver merusak marwah MK dan fitnah kepada seluruh Hakim MK sejak era Ketua MK Jimly Asahiddiqie s/d Arief Hidayat.

Dalam Konferensi Pers tanggal 8/11/2023 di MK, AU mengemukakan 17 butir pernyataan sikap, yang isinya tidak saja sebagai bentuk pembelaan dirinya, akan tetapi juga sekaligus mendiskreditkan para mantan Ketua MK berikut seluruh Hakim Konstitusi sejak tahun 2003 sampai sekarang bahkan telah merongrong wibawa MK.

AU dengan enteng membawa-bawa nama Tuhan dalam soal jabatan Ketua MK, bahwa jabatan itu milik Allah SWT, sehingga tidak sedikitpun membebani dirinya, namun ko sekarang menolak Putusan MKMK tanpa dasar hukum dan terakhir keberatan terhadap pelantikan Hakim Konstitisi Suhartoyo sebagai Ketua MK tanpa alasan hukum sama.sekali.

Apa yang dilakukan oleh AU, sebagai bagian dari kepanikan, ketidaksiapan AU saat kehilangan jabatan yang prestisius sebagai Ketua MK, meski tetap sebagai Ipar Presiden Jokowi. Namun AU nampak seperti sedang mengidap “kepribadian ganda”, sehingga sikapnya selalu berubah, labil dan cenderung tidak rational.

Sebagai contoh, ketika pada 7/11/2023, saat MKMK membacakan Putusan Pemberhentian AU dari jabatan Ketua MK, mestinya AU mengajukan banding dengan meminta disiapkan MK Banding, akan tetapi upaya banding itu sama sekali tidak dilakukan malahan AU lebih bernafsu mengumbar aib-aib MK dan memfitnah koleganya sendiri melalui apa yang disebut “Trial By The Press”.

Publik mengira-ngira, apakah AU sering beralasan sakit, tidak menghadiri sidang, tidak menghadiri pelantikan Ketua MK, sebagai pelaksanaan Putusan MKMK, sebagai manuver murahan mengabaikan standar negarawan seorang Hakim Konstitusi, bahkan harus dipandang sebagai momen penting membangun harmonisasi antar sesama Hakim MK.

Sebagian orang bertanya-tanya, jangan-jangan AU sedang mengalami apa yang disebut “berkepribadian ganda” atau “multiple personality disorder”, karena sikapnya berubah-ubah inkonsisten sehingga tidak mencirikan watak seorang negarawan.

Alasan atas, pertanyaan itu, karena AU selalu tidak konsisten pada suatu pilihan sikap, di mana di satu sisi AU berdalil dan mengakui bahwa jabatan itu hanya milik Allah SAW, akan tetapi pada saat yang bersamaan AU ngotot dan keberatan atas jabatam Ketua MK yang hilang dan kini dipimpin Ketua MK Suhartoyo, yang legitimasinya sangat kuat karena pelaksanaan putusan MKMK dan hasil pilihan 8 Hakim Konstitusi minus AU.

Oleh karena itu, maka Advokat-Advokat Perekat Nusantara dan TPDI yang terdiri dari (Petrus Selestinus, Erick S. Paat, Careel Ticualu, Robert B. Keytimu, Pitri  Indriningtyas, Roslina Simangunsong, Paskalis A. Da Chunha, Ricky Moningka dkk.) melaporkan kembali AU ke MKMK agar sebelum diberhentikan dari Hakim Kosntitusi secara permanen, dinonaktifkan sementara hingga putusan MKMK definitif.

Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi AU terdiri dari Pelanggaran terhadap Prinsip :

1. INDEPENDENSI; prasyarat pokok dari cita negara hukum dan keadilan.

2. KETAKBERPIHAKAN;
Hakim konstitusi harus menampilkan perilaku, baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk tetap menjaga dan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dstnya.

3. INTEGRITAS; sikap bathin mencerminkan keutuhan dan kesimbangan kepribadian setiap hakim konstitusi sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas jabatannya. Sikap jujur dan tulus dalam menjalankan tugas profesionalnya.

4. KEPANTASAN dan KESOPANAN; Hakim Konstitusi harus menggindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan, harus menerima pembatasan pribadi yg mungkin dianggap membebani demi martabat MK yang menurut penalaran yang wajar dapat meinimbulkan kecurigaan dan sikap kepberpihakan, dll.

5. KESETARAAN; menjamin perilaku yang sama (equal treatment) terhadap semua orang berdasarkan kemanusian yang adil dan beradab dll.***

Editors Team
Daisy Floren