Lapkesdam NU Kepsul Soroti Maslah Perairan Natuna

Lapkesdam NU Kepsul Soroti Maslah Perairan Natuna

Smallest Font
Largest Font

LIPUTAN12.ID|KEPSUL – Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lapkesdam-NU) Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara meminta pemerintah untuk tegas menghadapi China terkait konflik teritorial di perairan Natuna.

Hal itu dikatakan Ketua LAKPESDAM-NU Amirudin SA Ahmad, menindaklanjuti sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurut Amirudin, pemerintah jangan mengendurkan ketegasannya meskipun saat ini China, menjadi investor terbesar ketiga di Indonesia.

“Pemerintah harus tegas menyelesaikan pekara ini. Dengan ketegasanlah pemerintah akan semakin berwibawa di mata dunia, dan China biar tak mengulangi perbuatannya ini lagi,” ungkap Amirudin melalu pesan singkat Messengger, Rabu (8/1/2020).

“Jika ada lagi kapan China yang masuk ke teritorial Indonesia, tenggelamkan saja,” sambungnya.

Amirudin mengaku, pihaknya hingga kini masih menunggu sikap Pemerintah RI dan itikad baik China untuk meminta maaf terkait persoalan ini.

“Bila tidak juga selesai persoalan, LAKPESDAM-NU Kepulauan Sula menyerukan untuk melakukan unjuk rasa di depan kantor Konsulat China yang terletak di Setiap Wilayah di Indonesia,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyarankan Pemerintah RI segera mengambil Sikap Tegas Terhadap Duta Besar China di Indonesia

“Kita minta pemerintah segera lakukan dialog ke Duta Besar China di Jakarta untuk memberikan masukan yang konstruktif. Bila tidak diindahkan lebih baik pemerintah mengusir Duta Besar China dari republik ini,” tukas Amirudin.

Perlu diketahui bahwa sebelumnya, Ketua Umum PBNU Kiyai Haji Said Aqil Siradj melalui keterangan tertulisnya meminta Pemerintah RI untuk tak bersikap lembek kepada China.

Said menyatakan Kepulauan Natuna masuk dalam 200 mil laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah diratifikasi sejak 1994.

Karena itu tindakan coast guard China mengawal kapal nelayan berbendera China di perairan Natuna sebagai bentuk provokasi politik yang tidak bisa diterima.

Reporter: Lutfi Teapon

Editors Team
Daisy Floren