Kehadiran Batik Canteng Koneng hingga Tembus Pasar Global, Bupati Achmad Fauzi Akui Pembatik di Sumenep Alami Kemajuan Pesat

Kehadiran Batik Canteng Koneng hingga Tembus Pasar Global, Bupati Achmad Fauzi Akui Pembatik di Sumenep Alami Kemajuan Pesat

Smallest Font
Largest Font

SUMENEP | LIPUTAN12 - Batik Canteng Koneng namanya, salah satu produk Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) unggulan yang dimiliki Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.

Batik yang lahir dari tangan kreatif pemuda ini tak hanya terkenal di seantero pelosok negeri, melainkan sudah tembus pasar global seperti di Malaysia, Korea dan beberapa negara luar lainnya.

Batik khas Sumenep ini diproduksi dengan kaulitas serta menyesuaikam perkembangan zaman tanpa menghilangkan corak dan motif leluhur terdahulu.

Batik Canteng Koneng ini dirintis sejak tahun 2011 silam oleh Didik Haryanto, beralamat di Jalan Kartini, Gang II, Nomor 1, Desa Pangarangan, Kota Sumenep.

Kemudian, ia bertekad lewat karya membatik dengan tujuan mengangkat sektor UMKM di kalangan masyarakat yang mencintai seni membatik.

Menurut pria yang akrab disapa Didik Cako ini, awal bergelut di dunia membatik banyak sekali tantangan dan rintangan yang harus dilewati. Namun, hal itu tak membuatnya surut.

Perlahan tapi pasti, kata dia, hasil karya sederhana itu akhirnya membuahkan hasil setelah mendapat respon positif dari pemerintah daerah.

"Banyak yang kita lakukan, pertama kita memanggil mereka yang ingin bekerja, kita ajari mereka kita bayar mereka, kedua kita juga aktif dengan pemerintah untuk memberikan pelatihan," kata Didik Cako, Sabtu, 25 Mei 2024.

Lanjut Didik mengungkapkan, seiring dengan berkembangnya jumlah pesanan kini sudah mulai banyak beberapa lembaga untuk melakukan studi banding dengan tujuan agar bisa mengetahui cara menghasilkan batik yang baik dan berkualitas.

"Sampai detik ini kita selalu terbuka, dan selalu memberikan edukasi yang terbaik bagi meraka," katanya menegaskan.

Pria kelahiran Kota Keris ini menambahkan, bahwa batik Canteng Koneng yang paling banyak peminatnya yaitu di Sumenep, Bali hingga Jakarta.

"Dalam satu bulan batik terjual 100 sampai 200 Potong. Sedangkan harganya dari 600 ribu hingga 4 juta," tambahnya.

Batik Canteng Koneng saat ini, kata Didik Cako sudah menjadi ikon batik di Kabupaten Ujung Timur Pulau Madura, maka tak heran jika sudah tersebar luas di Tanah Air.

"Sudah merambah antar provinsi, bahkan kemarin tampil acara-acara besar, ini menandakan bahwa batik Sumenep tidak kalah kualitas, mutu dan modelnya dengan beberapa batik yang sudah memiliki brand di kota lain," katanya.

"Ini menjadi salah satu produk UMKM yang harus kita dukung. Bahkan bisa diekspor sebagai salah satu produk kearifan lokal yang harus dipertahankan," imbuhnya.

Kemudian, kata dia, selama mengembangkan sayap bursa batik tulis yang ada di sumenep pihaknya terus getol memberikan banyak pelatihan dan Bimbingan, mulai dari anak usia dini, pelajar, masyarakat umum hingga para warga binaan di Rumah Tahanan (Rutan) di berbagai daerah.

“Kerja sama dengan lembaga pendidikan ini tidak semata-mata melestarikan budaya, akan tetapi membantu tumbuh kembangnya daya imajinasi dan kreasi di kalangan peserta didik,” terangnya.

"Saya juga memilih rutan/lapas untuk memberikan pelatihan membatik kepada warga binaan, supaya kedepan para narapidana memiliki nilai tambah ekonomi d tengah masyarakat, sehingga nanti saat keluar dari tahanan mereka bisa memulai kembali episode hidupnya dengan keterampilan membatik," bebenya.

Lebih lanjut, ia menuturkan, bahwa selama ini konsisten dalam membina para pengrajin batik yang ada di Kota Keris, dengan harapan para pemuda di sumenep yang siap kami cetak untuk menjadi pengusaha muda akan terus memaksimalkan karya seninya.

“Tentunya saya sebagai pembatik berharap kepada pemerintah agar lebih aktif mendukung, mensupport, dan menghargai karya putra daerahnya dalam berkarya dan membatik, karena produk batik sumenep saat ini sudah mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional,” jelasnya.

Bahkan ia juga getol memberikan pembinaan diluar Kabupaten Sumenep, seperti di Lapas Banyuwangi, Jember, Lapas Mataram, Jogja, Lapas Malang, dan lain sebagainya dan semua aktif hingga saat ini.

Dengan begitu, ia berharap, kepada seluruh elemen pemerintah agar terus memberikan perhatian terhadap pengrajin batik khususnya para pemula yang ada di Sumenep, pada umumnya di seluruh penjuru Indonesia.

“Supaya apa yang sudah kita bina dan kita latih terus berkembang dan mempunyai semangat juang yang lebih dan maju seperti Canteng Koneng saat ini,” harapnya.

Sementara itu, Bupati Sumenep Achmad Fauzi menyampaikan, jika para pembatik di Kabupaten Sumenep mengalami kemajuan yang sangat luar biasa dengan dimotori oleh Batik Tulis Canteng Koneng.

Menurutnya, jika selama ini para pengrajin Batik Tulis Khas Sumenep akan selalu diberdayakan serta disejahterakan demi menjaga kelestarian budaya Bangsa.

“Untuk menjaga kelestaria Budaya bangsa kami akan terus meningkatkan kesejahteraan para pengrajin, dan kami terus mencetak para pengrajin batik tulis yang muda di Kabupaten Sumenep ini,” paparnya.

Tak hanya itu, melihat perkambangan batik, ia pun sangat mengapresiasi para pembatik di Sumenep, khususnya yang masih muda-muda, karena terus berkarya dan terus semangat untuk meningkatkan karya seninya.

Tak heran, kata bupati, jika pengrajin batik tulis di Sumenep saat ini rata-rata anak muda, dan hal itu menurutnya perlu mendapatkan support penuh, lantaran karya batiknya saat ini telah dipakai oleh kalangan pejabat tingkat daerah, Provinsi hingga dipakai Presiden Republik Indonesia (RI).

“Batik pola yang seperti ini sudah banyak di pakai oleh para menteri, Pejabat BUMN, Pengusaha, Gubernur dan Wakil Gubernur, di beberapa daerah di indonesia, bahkan Presiden. Ini batik generasi muda dan rata-rata yang membatik kalangan pemuda,” imbuhnya.

Di samping itu, Politisi PDI Perjuangan ini juga menjelaskan, bahwa ada dua generasi pengrajin batik tulis khas Sumenep.

“Kita ada dua generasi pembatik, pertama pembatik pola di Pakandangan generasi tua generasi legendaris, dan kita ada batik pola yang membatik adalah generasi-generasi muda semua,” tuturnya.

Untuk itu, Suami Nia Kurnia Fauzi ini kemudian mengajak seluruh awak media untuk memberitahukan kepada khalayak ramai bahwa di Sumenep ada mahakarya Batik Tulis dan yang pembatiknya rata-rata adalah pemuda.

“Ini yang teman-teman media perlu sampaikan ke publik, biar semua tahu bahwa di Sumenep ini ada karya batik yang pembatiknya rata-rata usianya 25 tahun ke bawah,” pungkasnya.

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Liputan12 Administrator