IPW Soroti Rencana Pengembalian Uang Korban Kasus DWP
BOGOR I LIPUTAN12 - Rencana Pengembalian uang hasil pemerasan sebesar Rp2,5 Miliar oleh Polri kepada korban penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) mendapatkan sorotan dari Indonesia Police Watch (IPW).
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai jika rencana tersebut membuktikan bahwa institusi Polri tidak serius menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan cukup berhenti di Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Pasalnya, menurutnya, kalau Institusi Polri merupakan penyidik seperti yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dan menurut hukum maka uang yang disita tersebut merupakan barang bukti hasil kejahatan.
"Sehingga, kalau uang yang disita dikembalikan maka tidak ada barang bukti yang bisa dijadikan penyidik untuk menjerat pelaku yang juga anggota Polri tersebut," kata Sugeng Teguh Santoso dalam rilis tertulis yang diterima redaksi, Senin, 6 Januari 2025.
Sugeng menjelaskan, penegak hukum tahu, bahwa barang bukti itu akan dibawa ke peradilan dan nanti hakim yang memutus perkara pemerasan terhadap WN Malaysia untuk menentukan apakah uang yang disita tersebut dimasukkan ke kas negara atau dikembalikan kepada para korban atau dimusnahkan.
Menurutnya, polisi sebagai penyidik tidak memiliki kewenangan menetapkan status lebih lanjut atas barang bukti uang Rp2,5 miliar tersebut selain menyita sesuai hukum dan menjadikannya sebagai barang bukti hasil kejahatan pemerasan.
"Kalau uang yang disita sebesar 2,5 miliar rupiah dari 45 korban pemerasan Warga Negara Malaysia tersebut jadi dikembalikan maka itu sama saja dengan meniadakan atau menghilangkan barang bukti untuk proses hukum," tutur Sugeng.
Ketua IPW melanjutkan, jika begitu tentunya akan ada tanda tanya masyarakat serta akan menimbulkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri akan merosot.
"Sebab, pemerasan yang dilakukan oleh satuan kerja di reserse narkoba secara berjamaah itu tidak akan diproses secara hukum padahal sudah terlanjur ramai di media sosial, baik di tanah air maupun di luar negeri," paparnya.
Sugeng menjelaskan, dugaan tindak pidana pemerasan dalam jabatan di dalam kasus DWP tersebut masuk ke dalam kualifikasi tindak pidana korupsi yang tidak dapat diselesaikan dengan jalur Restorarive Justice (RJ).
Hanya melalui proses pemeriksaan pidana maka dugaan pemerasan dalam jabatan ini bisa di dalami modus,.motif serta aliran dana kepada pihak lain dan juga adanya potensi TPPU bisa muncul karena uang hasil pemerasan tersebut ditampung pada rekening tertentu milik pihak-pihak lain.
"Oleh karena itu, Indonesia Police Watch menilai yang dibutuhkan oleh Institusi Polri adalah ketegasan dan komitmen dalam memberantas polisi-polisi nakal," ucapnya.
Hal ini sesuai yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan memberi perintah tegas kepada jajarannya agar tak segan memberi hukuman kepada anggota yang melanggar hukum.
"Perlu tindakan tegas, jadi tolong tidak pakai lama, segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya. Saya minta tidak ada Kasatwil yang ragu, bila ragu, saya ambil alih,” kata Kapolri dalam arahannya kepada jajarannya secara daring di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19 Oktober 2021).
Sehingga, lanjut Ketua IPW, kalau institusi Polri melalui Propam Polri melakukan pengembalian uang Rp 2,5 Miliar kepada korban pemerasan penonton DWP, maka hal itu merupakan pengkhianatan terhadap janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan mempidanakan anggotanya yang melanggar hukum.
Saat ini sidang Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan tiga anggota Polri di-PTDH dalam kasus pemerasan penonton DWP yang berlangsung di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Mereka yaitu Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes DPS, Kasubdit III Dirresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP MEY, dan Eks Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP YTS.
Kombes DPS dan AKP YTS dipecat dalam sidang etik pada hari Selasa, tanggal 31 Desember 2024. Sementara AKBP MEY dipecat dalam sidang etik pada Kamis tanggal 2 Januari 2025) lalu.
IPW menilai aneh putusan PTDH terhadap mantan direktur Resnarkoba Polda Metro Jaya, Kombes DPS yang perannya “hanya tahu tapi tidak menindak”.
Hal ini merupakan putusan ambigu karena diartikan lalai. Sehingga Kombes DPS tidak sepatutnya dipecat dengan alasan karena tidak melarang dan menindak anggotanya yang memeras.
"Dengan begitu, putusan dari Sidang Komisi Kode Etik Polri ini, akan menjadi celah di dalam tingkat banding, akan terjadi putusan yakni dari PTDH ke demosi. Hal ini seperti terjadi pada anggota yang terlibat dalam kasus Ferdy Sambo dan naik pangkat," cetus Sugeng Teguh Santoso.
Karenanya, putusan kasus pemerasan penonton DWP oleh anggota Polri yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat itu, akan menjadi acuan langkah institusi Polri di tahun 2025 dan tahun-tahun berikutnya di era Presiden Prabowo Subianto.
"Sikap dari Presiden Prabowo Subianto sebagai pimpinan langsung dari lembaga Polri sangatlah ditunggu," tutupnya.***