Ini Perbedaan Titik Tekan KPK Era Kepemimpinan Agus Rahardjo Dengan Firli Bahuri

Ini Perbedaan Titik Tekan KPK Era Kepemimpinan Agus Rahardjo Dengan Firli Bahuri

Smallest Font
Largest Font

LIPUTAN12.ID|JAKARTA – Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai Pimpinan Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) yang baru saja dilantik oleh Presiden Joko Widodo, di bawah nakhoda Firli Bahuri, kinerja KPK ke depan diyakini akan lebih baik.

“Ada perbedaan titik tekan KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo, periode 2015-2019, dengan saat ini, periode 2019-2023. Era Agus itu operasi tangkap tangan (OTT) menonjol. Sedangkan Firli dan lainnya yang baru dilantik, seperti disampaikan saat fit and proper test adalah pencegahan. Titik tekannya, lebih cenderungnya, beda,’’ ungkap Emrus kepada Liputan12.id melalui pers rilisnya, Sabtu (21/12/2019) kemarin.

Dia mengapresiasi penindakan seperti melalui OTT. Hanya, sejauh ini menurut Emrus, dinilai kurang efektif memberantas korupsi. Sedangkan kalau pencegahan, uang negara belum sempat dimanfaatkan.

“Uang negara tidak bocor, karena OTT telah gagal melakukan pemberantasan korupsi, maka pimpinan KPK sekarang, lebih cenderung ke pencegahan,’’ kata pria yang akrab disapa Bang Emrus tersebut.

Dijelaskan Emrus, secara kasat mata memang kalau tidak ada OTT dan tidak ada tersangka, hasil kerja pemberantasan korupsi tidak begitu terlihat. Hanya, perlu diingat bahwa dengan pencegahan, berapa banyak uang negara yang dapat terselamatkan. Oleh karena itu, menurut Emrus, kedepan, bisa dibuat semacam role model atau sistem pencegahan.

“Kalau pimpinan KPK titik tekan pencegahan, bikin roel model pencegahan korupsi. Dari penyelidikan dan penyidikan selama ini bisa dijadikan role model pencegahan. Kalau fokus itu, enam bulan bisa lahirkan role model atau sistem pencegahan,’’ jelasnya.

Sedangkan terkait UU KPK yang baru, secara objektif, Emrus mngatakan, ada unsur melemahkan. Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 saat ini sudah berlaku.

’’Di mana? Penyadapan minta izin dewan pengawas (Dewas). Itu melemahkan KPK sendiri. Dewas kan kolektif kolegial, sepakat dan tidak sepakat, tentu butuh waktu. Nah, ini bisa mengganggu,’’ ungkapnya.

Namun, Emrus melanjutkan, hal itu sebenarnya bisa dicarikan solusi. Di antaranya, ketika proses minta izin, dibuat aturan Dewan Pengawas berada di satu tempat secara bersama dan waktu mengambil keputusan dibatasi, tidak lama.

’’Dapat secepat mungkin. Selanjutnya bisa juga dikategorikan jenis korupsi yang harus izin dulu, apa saja. Ada diskresi. Tanpa menabrak undang undang,” katanya.

Contoh, lanjut Emrus, maukah Dewan Pengawas memberikan semacam kewenangan untuk ketegori korupsi jenis tertentu, bisa langsung disadap, karena sudah dizinkan dengan bikin aturan di awal. Jenis korupsi berdasar bidangnya, bukan orangnya.

“Jadi tidak setiap kasus, minta izin. Kalau begitu, kapan kerjanya. Nah, jika ini dilakukan, tetap akan efektif,’’ ucapnya.

Untuk diketahui, pimpinan baru KPK periode 2019-2023 di bawah nakhoda Firli Bahuri sudah dilantik. Firli Bahuri, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Alexander Marwata, dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (20/12/2019).

Dari lima pimpinan itu, hanya Alexander Marwata yang muka lama. Dia terpilih kembali. Mereka membaca sumpah jabatan di hadapan Jokowi. Selain melantik pimpinan KPK periode 2019-2023, Jokowi juga melantik Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas KPK terdiri atas Tumpak H Panggabean (ketua), Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Harjono, dan Syamsudin Haris.

Reporter: Apih

Editors Team
Daisy Floren