BOGOR | LIPUTAN12 – Pembina Organisasi Masyarakat (Ormas) Centong, TB Muhyi Sapar mengatakan bahwa keberadaan sebuah seni dan budaya serta adat istiadat yang berlaku di tengah masyarakat adalah sebuah ciri terhadap nilai peradaban masyarakat itu sendiri. Sebagai makhluk sosial dan beragama tentu hidup saling berdampingan dan saling membutuhkan, hal itu tak bisa dielakan. Atas dasar itulah Ormas Centong hadir di tengah kemajemukan masyarakat.
“Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah, baik secara Hak dan Kewajiban atas kehidupan di bumi ini, baik dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara,” demikian dikatakan TB Muhyi Sapar, saat ditemui di kediamannya di Gang Senyum, Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Sabtu (29/5/2021).
Pria yang akrab disapa Abah Sapar ini menjelaskan di dalam UUD 1945, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan bernegara dan berbangsa telah sangat jelas bahwa kemerdekaan berkelompok atau berorganisasi bagi masyarakat, sejatinya adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekuatan dan aset bangsa Indonesia.
“Ada banyak budaya, adat istiadat serta kearifan lokal suatu daerah yang proses serta keberadaannya, terus menerus tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu serta perubahan jaman. Semua itu potensi bangsa yang bisa dimaksimalkan demi kesejahteraan dan kedamaian umat manusia,” paparnya.
Ormas Centong, lanjutnya, yang dibentuk pada 12 Januari 2019, bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan dan menyatukan berbagai perbedaan Suku, Agama, Budaya agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang damai dan harmonis.
“Memang tidak mudah mencapai hal tersebut, makanya dibutuhkan rasa tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai Luhur Persatuan dan Kesatuan dari semua elemen masyarakat,” ujar Abah Sapar.
Sementara itu, Ketua Ormas Centong Iwan S Pamungkas menjelaskan bahwa sesungguhnya keberadaan sebuah paguyuban atau organisasi kemasyarakatan, merupakan titik awal menuju perbaikan kualitas kehidupan sosial bermasyarakat.
“Saat ini proses mempertahankan kesatuan dan persatuan antar anak bangsa, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, agama di tingkat daerah maupun nasional, sangat rentan dengan berbagai penyimpangan dan godaan. Bahkan, kemungkinan dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan individu yang tidak bertanggung jawab,” ujar Iwan S Pamungkas.
Kendati demikian, kata Pria berambut gondrong yang beken dipanggil Igon (Iwan Gondrong-red) ini berharap, berdirinya Ormas Centong atau ormas apapun itu dapat membantu meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengisi dan mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah diperjuangkan para pahlawan dengan keringat, darah, harta bahkan nyawa.
Ormas Centong, lanjut Igon, memiliki ikrar Mun Lapar Sanguan, mungkin terkesan lucu dan nyeleneh, namun jika dikaji memiliki makna yang sangat dalam, karena untuk mendapatkan nasi atau sangu untuk makan harus bekerja keras yang sesuai dengan aturan agama dan negara.
“Motto itu bertujuan untuk membangun karakter keimanan dan ketaqwaan di kalangan anggota khususnya, agar dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan dengan memberikan sumbangsih tenaga, pikiran, waktu dan lain-lain yang bersifat positif sesuai dengan kemampuan masing-masing,” pungkasnya.
Redaktur : Lekat Azadi
Copyright ©2021 liputan12.id