Fenomena Penyebaran Hoaks: Tantangan Literasi Digital Bagi Generasi Muda
JAKARTA I LIPUTAN12 - Perkembangan komunikasi dan teknologi informasi, diiringi dengan pesatnya teknologi digital penyebaran informasi terjadi dalam hitungan detik dan dapat menjangkau berbagai penjuru dunia. Namun, di balik kemudahan akses informasi, terdapat tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya generasi muda, yakni penyebaran hoaks atau informasi palsu. Fenomena ini bukan hanya mengancam ketepatan informasi, tetapi juga dapat merusak integritas dan kedamaian sosial. Fenomena penyebaran berita hoax atau cybercrime menjadi salah satu ancaman bangsa yang perlu mendapat perhatian dengan literasi media, literasi media saat ini sangatlah diperlukan dalam mengimbangi perkembangan TIK dan meminimalisir terkena dampak negatifnya.
Sedangkan Literasi digital menurut UNESCO adalah “kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif, etika, sosial emosional dan aspek teknis atau teknologi”.
Penulis: Uuy Siah, Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada tahun 2020 Indonesia hanya memperoleh skor 3,46 poin, kemudian tahun 2021 naik menjadi 3,49 poin (naik 0,03 poin). Tahun ini, Indonesia berhasil naik 0,05 poin dari 3,49 menjadi 3,54 poin. Skor tersebut menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia berada pada kategori sedang. Pengukuran dilakukan menggunakan empat pilar, yaitu kecakapan digital (digital skills), etika digital (digital ethics), keamanan digital (digital safety), dan budaya digital (digital culture).
Tantangan-tantangan literasi Digital Bagi Generasi Muda
Penyebaran hoaks dan misinformasi menjadi tantangan besar dalam dunia digital saat ini. Generasi muda, yang banyak menggunakan media sosial sebagai sumber utama informasi, sering kali terpapar pada berita palsu atau informasi yang sengaja dimanipulasi untuk tujuan tertentu. Tanpa kemampuan untuk mengenali hoaks, mereka bisa terjebak dalam informasi yang salah, yang bisa menyesatkan opini mereka atau memengaruhi tindakan yang diambil, seperti dalam hal politik, kesehatan, atau isu sosial.
Seperti peristiwa yang telah terjadi selama program vaksinasi COVID-19, muncul banyak hoaks terkait vaksinasi yang menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan program kesehatan masyarakat. Contohnya, klaim bahwa vaksin “mengandung chip untuk mengontrol manusia” atau “dapat menyebabkan kematian mendadak”. Informasi-informasi ini disebarluaskan melalui media sosial, grup WhatsApp, dan platform daring lainnya, sering kali tanpa sumber yang jelas atau dukungan bukti ilmiah.
Minimnya literasi digital di kalangan masyarakat menyebabkan sulitnya membedakan informasi yang valid dan palsu. Banyak orang dengan mudah mempercayai hoaks tersebut, terutama jika pesan tersebut dikemas secara emosional atau terlihat seolah berasal dari “tenaga kesehatan” atau “ahli medis”. Akibatnya, masyarakat menjadi takut untuk divaksinasi, meskipun vaksin telah terbukti aman dan efektif melalui penelitian serta persetujuan dari badan kesehatan dunia seperti WHO dan BPOM di Indonesia.
Keterbatasan Kemampuan Menganalisis dan Menilai Sumber Informasi juga menjadi tantangan. Meskipun sangat akrab dengan teknologi, sering kali kurang terlatih untuk melakukan analisis mendalam terhadap sumber informasi yang mereka temui. Kemampuan untuk memverifikasi Tingkat keyakinan sebuah sumber informasi masih sering diabaikan, karena mereka lebih sering mempercayai apa yang terlihat atau yang populer. Dalam banyak kasus, mereka cenderung lebih mempercayai informasi yang dikemas menarik atau sesuai dengan kesukaan mereka, daripada mencari tahu kebenarannya.
Kurangnya Pendidikan Formal dalam Literasi Digital, Meski literasi digital sudah mulai diperkenalkan di banyak sekolah, pendidikan formal tentang cara menggunakan internet secara bijak dan cerdas masih terbatas. Sekolah yang belum memberikan pelajaran yang mendalam mengenai bagaimana menyaring informasi yang ada di dunia maya, mengenali hoaks, atau mengelola banyak privasi dan data pribadi. Tanpa bekal yang memadai, generasi muda bisa terjerumus dalam penggunaan internet yang tidak bijak.
Ketergantungan pada Media Sosial sebagai Sumber Utama Informasi, Media sosial telah menjadi salah satu sumber utama informasi bagi generasi muda. Namun, banyak informasi yang beredar di platform ini tidak selalu melalui proses verifikasi yang ketat. Prosedur yang digunakan oleh media sosial sering kali mendorong konten yang lebih viral atau kontroversial, tanpa mempertimbangkan kebenaran atau kualitasnya. Hal ini bisa menyebabkan generasi muda lebih banyak menerima informasi yang menghibur daripada yang edukatif atau faktual.
Kurangnya Keterampilan Berpikir Kritis dalam Menghadapi Informasi, Generasi muda perlu dilatih untuk dapat mengevaluasi informasi dengan pertanyaan-pertanyaan seperti: "Siapa yang mengirimkan informasi ini?", "Apa tujuannya?", dan "Apakah ini dapat dipercaya?". Sayangnya, keterampilan berpikir kritis ini sering kali tidak ditekankan secara cukup dalam pendidikan formal maupun informal.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini diantaranya yaitu dengan cara:
Integrasi Literasi Digital dalam Kurikulum Pendidikan.
Pendidikan formal harus memasukkan literasi digital sebagai bagian dari kurikulum utama, dengan fokus pada cara mengenali dan menangani informasi digital secara bijak. Ini mencakup pelajaran mengenai cara verifikasi informasi, penggunaan media sosial yang aman, serta pengembangan keterampilan berpikir kritis.
Peningkatan Kampanye Kesadaran tentang Hoaks dan Misinformasi.
Kampanye untuk menyadarkan generasi muda tentang bahaya hoaks dan misinformasi harus digalakkan. Organisasi pemerintah, media, dan lembaga swadaya masyarakat dapat bekerja sama untuk memberikan informasi yang jelas dan terperinci tentang bagaimana cara mengenali dan menghindari hoaks.
Pelatihan mengenai penggunaan teknologi yang aman dan efektif perlu diberikan secara lebih luas. Ini termasuk mengajarkan pentingnya mengelola data pribadi dengan aman, serta cara menggunakan teknologi untuk kepentingan yang positif dan produktif.
Mendorong Penggunaan Platform yang Mendukung Verifikasi Fakta.
Penggunaan alat dan platform yang mendukung verifikasi fakta sangat penting, generasi muda perlu didorong untuk menggunakan aplikasi atau situs web yang dapat membantu mereka memeriksa kebenaran suatu informasi sebelum membagikannya ke orang lain.
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis yang harus diajarkan sejak dini. Pendekatan ini tidak hanya mengajarkan generasi muda untuk mempertanyakan informasi yang mereka terima, tetapi juga untuk secara aktif mencari sumber informasi yang lebih valid dan akurat.
Fenomena Penyebaran hoaks dan informasi palsu di era digital merupakan tantangan serius bagi generasi muda. Meskipun mereka memiliki akses yang luas terhadap informasi, banyak dari mereka yang tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk menganalisis dan memverifikasi sumber informasi. Keterbatasan pendidikan formal dalam literasi digital, ketergantungan pada media sosial, dan kurangnya keterampilan berpikir kritis semakin memperburuk situasi ini. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan literasi digital dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menyaring informasi dan memahami konteksnya. Dengan langkah-langkah yang tepat, generasi muda dapat dilengkapi untuk menghadapi tantangan informasi ini secara lebih efektif dan bertanggung jawab serta menyaring informasi dengan bijak dan menghindari dampak negatif dari hoaks.
Sebagai generasi muda yang sudah seharusnya kita paham tentang akses, analisis, evaluasi serta kritis dalam membuat konten yang fokus pada perkembangan teknologi dan informasi dan penggunaan media aktif media sosial agar teliti dalam membaca atau memilah sebuah berita atau informasi di media sosial agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap berita yang di muat oleh media sosial yang belum jelas kebenarannya karena ada banyak berita palsu di dalamnya yang nantinya akan menjadi hoaks dan sudah seharusnya pemerintah bisa menciptakan dan menyediakan sumber daya pendeteksi berita bohong atau hoaks.***