Emrus Sihombing: ICW Keterlaluan, Pihak Istana Bisa Tempuh Jalur Hukum

Emrus Sihombing: ICW Keterlaluan, Pihak Istana Bisa Tempuh Jalur Hukum

Smallest Font
Largest Font

Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif EmrusCorner

LIPUTAN12.ID|JAKARTA – Dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) DR. Emrus Sihombing menilai, pandangan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut Firli Cs adalah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling buruk sepanjang sejarah, dan menilai bahwa ini tahun kehancuran bagi lembaga antirasuah itu, terkesan sangat prematur, terburu-buru dan emosional.

“Pandangan dan penilaian tersebut sudah melampaui kewajaran, baik dari aspek dugaan pelanggaran hukum maupun ketidak taatan pada prinsip dan proses ilmiah,” kata Emrus Sihombing dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Rabu (22/1/2020).

Terhadap pandangan dan penilaian ICW tersebut, Direktur Eksekutif Emrus Corner menyarankan kepada Biro Hukum Kepresidenan, Biro Hukum DPR-RI dan Biro Hukum KPK secara terpisah melakukan pengkajian untuk mengurai apakah ada unsur dugaaan pelanggaran hukum. Jika hasil kajian menunjukkan memenuhi unsur sebagai dugaan pelanggaran hukum, maka tiga biro hukum tersebut secara terpisah harus melaporkan ICW kepada aparat penegak hukum. Ini tidak boleh dibiarkan.

“Tidak ada yang kebal hukum dengan alasan apapun, baik terhadap yang menamakan dirinya sebagai organisasi anti korupsi,” tegas Emrus.

Sebagai contoh, ungkapan bahwa kehancuran bagi KPK, yang benar-benar disponsori oleh Istana atau Presiden Jokowi dan anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024. Menurut Emrus mengandung makna yang sangat berpotensi merendahkan Lembaga Kepresidenan-RI dan institusi DPR-RI.

“Ini, menurut saya, ICW sudah sangat keterlaluan. Sedangkan dari aspek prinsip-prinsip ilmiah, terhadap pandangan dan penilaian ICW tersebut, belum didukung oleh fakta, data dan bukti yang holistik, kuat, mendalam serta jenuh,” sebutnya.

Dengan kata lain, lanjut Emrus, dari aspek prinsip-prinsip ilmiah, belum cukup kuat fakta, data dan bukti bagi ICW mengemukakan pandangan dan penilaian tersebut sebagai suatu proposisi ilmiah.

“Lihat saja salah satu proposisi yang mereka lahirkan sebagai contoh, “Firli Cs adalah pimpinan KPK paling buruk sepanjang sejarah.” Selain proposisi ini sangat prematur tetapi juga dangkal sekali. Sebab, lima komisioner masih hitungan hari memimpin KPK. ICW, menurut saya, tampaknya terlalu emosional sehingga mengabaikan rasionalitas,” tambahnya lagi.

Merujuk pada proposisi ICW tersebut di atas sebagai suatu contoh konkrit, kata Emrus, publik bisa meragukan kredibilitas proses ilmiah yang selama ini dilakukan ICW sebagai sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia. Untuk itu, ia menyarankan kepada teman-teman di ICW agar lebih hati-hati dari aspek hukum dan prinsip ilmiah dalam melontarkan pandangan dan penilaian (proposisi) ke ruang publik.

“Sebab, jika kurang hati-hati bisa berujung pada proses hukum dan yang paling buruk berpotensi menurunkan kredibilitas dan reputasi ICW dari aspek ilmiah, yang seharusnya dirawat oleh para pihak, terutama orang yang mengabdi di ICW selama ini,” tutup Emrus Sihombing. ***

Redaksi

Editors Team
Daisy Floren