SUMENEP – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep akhirnya turun ke lokasi melihat laut atau pantai di Gersik Putih, Kecamatan Gapura yang dipermasalahkan warga gegara dikuasai perorangan.
Diketahui, pengecekan lokasi merupakan tindak lanjut tuntutan warga Gersik Putih ke BPN supaya membatalkan 21 Ha sertifikat hak milik (SHM) dari 42 Ha kawasan laut yang akan direklamasi menjadi tambak garam.
Pengecekan lokasi dilakukan langsung oleh Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Sumenep, Gufron Munif, yang didampingi aparat penegak hukum dari kepolisian.
Bahkan, ratusan warga Gersik Putih terlihat datang ke lokasi ingin mengetahui langsung pengecekan. Hadir juga bersama warga yaitu Panasihat Hukum Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi) Marlaf Sucipto.
Saat itu, tidak tampak adanya tanda-tanda bahwa kawasan tersebut adalah daratan atau lahan kosong. Air laut terlihat pasang hingga ke tepian Pantai dan sedikit berombak.
Namun, BPN terkesan cari aman dan enggan menyebut bahwa lokasi bahwa objek yang dikuasai perorangan itu daratan atau laut.
Bahkan, Gufron mencabut pernyataan sebelumnya yang disampaikan kepada warga dan media di lokasi bahwa lokasinya adalah laut.
”Walaupun tadi saya nyebutnya (objek ber SHM) laut, memang ini berair. Tapi, tugas saya disini hanya memantau. Tidak ada statement dari saya baik secara pribadi ataupun Institusi,” ucapnya.
Namun, Gufron mengaku telah mendokumentasikan objek ber-SHM di kawasan yang dipermasalahkan warga sesuai fakta di lapangan. Hasilnya akan disampaikan ke Pimpinannya di BPN untuk diproses lebih lanjut.
“Yang jelas, saya tidak bisa ber statmen apapun disini. Saya hanya memantau,” tandasnya
Ia pun berjanji akan menyampaikan pemantauan lokasi dan tindak lanjut BPN atas aduan yang disampaikan warga.
“Saya tidak bisa memastikan sampai kapan. Nanti, akan disampaikan pada Panasihat hukumnya,” katanya sambil meninggalkan lokasi.
Sementara itu, Marlaf menyayangkan kedatangan BPN tidak melibatkan pemilih SHM dan Pemerintah Desa Gersik Putih ke lokasi.
Bahkan, BPN datang tidak membawa dokumen apapun mengenai peta wilayah atau kawasan objek ber SHM yang dipermasalahkan warga.
”Lucunya lagi, BPN nanya ke kami dimana batas-batas yang di permasalahkan. Itu semestinya ditanyakan pada pemegang SHM, bukan pada kami. Sebab, kami sejak awal menyebutkan laut atau pantai, tidak ada batas-batasnya,” ungkap Marlaf.
”Kalau mau tanya batas laut, ya diujung selatan batasnya Kalianget, Timur itu Pulau Poteran, utara Bintaro Longos, dan barat itu Tapakerbau,” tandasnya.
SHM untuk kawasan pantai atau laut itu tidak semestinya diterbitkan oleh BPN. Sesuai ketentuan, laut atau Pantai Desa Gersik Putih adalah kawasan lindung yang tidak boleh diotak atik untuk kepentingan apapun termasuk direklamasi untuk dibangun tambak garam.
”Jadi mereklamasi pantai untuk dijadikan tambak dengan dasar SHM tidak tepat, apalagi SHM tersebut dalam bentuk lautan, bukan daratan,” pungkasnya.
Mantan Aktivis PMII UIN Sunan Ampel Surabaya ini mengaku akan menunggu tindak lanjut dari BPN pasca melihat fakta dilapangan melalui kegiatan pemantauannya ke lokasi. Pihaknya meminta SHM itu dibatalkan sebab faktanya memang laut, bukan daratan atau tanah kosong.
”Saya kira, dilihat dari mata siapapun dan menggunakan kacamata apapun, faktanya adalah laut,” imbuhnya.