Bareskrim Diminta Bongkar Mafia Rumah Sakit Yang Manfaatkan Pandemi Covid-19 untuk Raih Keuntungan
Foto: Neta S Pane, Ketua Presidium Ind Police Wacth (IPW)
JAKARTA|LIPUTAN12 – Ketua Presidium Ind Police Wacth (IPW), Neta S Pane meminta Bareskrim Polri harus segera membongkar mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk meraih keuntungan, dengan cara mencovidkan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19.
Menurut Neta, IPW melihat Bareskrim Polri belum bergerak untuk mengusut dan memburu mafia rumah sakit tersebut.
“Padahal kasus yang mencovidkan orang tersebut sudah marak dan ramai bermunculan di berbagai media sosial,” ungkap Neta S Pane dalam pesan tertulisnya yang diterima media liputan12 via Whatsapp, Sabtu (03/10/2020).
Neta mengatakan, bahkan pada Jumat 2 Oktober 2020, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko di Semarang menyatakan, banyaknya isu rumah sakit memvonis semua pasien yang meninggal dicovidkan agar mendapatkan anggaran dari pemerintah.
“Saat itu Moeldoko menegaskan, harus ada tindakan serius agar isu yang menimbulkan keresahan masyarakat ini segera tertangani,” kata Neta.
“Sayangnya hingga kini Bareskrim Polri belum ada tanda-tanda akan bergerak,” sambungnya.
Neta juga menjelaskan, dari pendataan IPW, keuntungan yang diperoleh mafia rumah sakit dalam mencovidkan orang jumlahnya tidak sedikit. Sebab, biaya perawatan pasien infeksi virus corona bisa mencapai Rp 290 juta.
“Jika mafia rumah sakit mencovidkan puluhan atau ratusan orang, bisa dihitung berapa banyak uang negara yang mereka “rampok” di tengah pandemi Covid 19 ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut Neta menerangkan, dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK 02/2020 tanggal 6 April 2020 yang memuat aturan serta besaran biaya perawatan pasien Covid-19, jika seorang pasien dirawat selama 14 hari.
“Maka asumsinya pemerintah menanggung biaya sebesar Rp105 juta sebagai biaya paling rendah. Sedangkan untuk pasien komplikasi, pemerintah setidaknya harus menanggung biaya Rp231 juta per orang,” tutur Neta.
Angka yang tidak kecil ini, lanjut Neta, membuat mafia rumah sakit bergerak untuk “merampok” anggaran tersebut. Tak heran banyak di medsos yang beredar kabar viral ada masyarakat yang diminta menandatangani bahwa anggota keluarganya kena Covid 19 dan diberi sejumlah uang oleh pihak rumah sakit.
“Padahal sesungguhnya keluarga terkena penyakit lain. Selain itu ada orang diperkirakan Covid 19 terus meninggal, padahal hasil tes belum keluar. Setelah hasilnya keluar, ternyata negatif,” terang Neta.
Dia menegaskan, bagaimana pun kejahatan baru di dunia medis ini patut dicermati. Kejahatan yang melibatkan oknum-oknum rumah sakit ini adalah sebuah korupsi baru terhadap anggaran negara.
“Semua pelakunya harus diseret ke pengadilan Tipikor. Jika Bareskrim Polri tidak peduli dengan kasus pengcovidan orang oleh mafia rumah sakit ini, kejaksaan dan KPK harus segera turun tangan,” ucapnya.
Dia meminta, semua angka kematian Covid 19 harus dicermati. Agar jangan sampai musibah pandemi ini malah dimanfaatkan untuk menguntungkan para mafia rumah sakit yang ingin mencari keuntungan dari penderitaan masyarakat.
“Bareskrim Polri, kejaksaan, dan KPK perlu bekerja cepat menangkap para mafia rumah sakit dan segera menyeretnya ke Pengadilan Tipikor,” desak Neta.
Reporter: Apih
Editor : Redaksi
Copyrigh © Liputan12 2020