Aktivis Bogor: Momen Peringatan HJB ke 542 Jangan Sampai 'Leuweung Hejo Masyarakat Te Ngejo'

Aktivis Bogor: Momen Peringatan HJB ke 542 Jangan Sampai 'Leuweung Hejo Masyarakat Te Ngejo'

Smallest Font
Largest Font

BOGOR | LIPUTAN12 - Hari Jadi Bogor (HJB) yang diperingati setiap tanggal 3 Juni di tahun 2024 ini sudah memasuki usianya yang ke 542. Tentunya, di usia yang sudah melewati lima abad tersebut eksistensi Bogor sudah sepantasnya menjadi salah satu wilayah dengan putaran ekonomi terbaik yang mampu menyejahterakan seluruh masyarakatnya. 

Hal itu selaras dengan kondisi Bogor yang sedari awal sudah kaya dengan keindahan dan kandungan alam, ditambah dengan keanekaragaman hayati yang mengelilinginya serta kultur budaya yang masih kental terjaga oleh para pini sepuh.

Kematangan Bogor juga semakin teruji karena telah melampaui berbagai tantangan jaman dengan beraneka kisah dan cerita di dalamnya.
 
Secara geografis, Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah ± 299.254,61 dan dikenal dengan julukan Kota Hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Pada masa Kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh”, bœit'-) yang berarti “tanpa kecemasan” atau “aman tenteram”.

Artinya sangat jelas, bahwa siapapun yang berada atau menetap di Bogor, semestinya bisa menikmati suasana hidup yang nyaman, aman, tenteram, sejahtera tanpa kecemasan.

Lalu bagaimana dengan kondisi sekarang? Apakah suasana hidupnya sudah seperti yang diharapkan tersebut? Rasanya sih belum, bahkan masih jauh dari yang diharapkan.

Buktinya, masih banyak ditemukan warga dengan kondisi hidup yang memprihatinkan. Tinggal di gubuk reot, kurang gizi, berpenyakitan, dan parahnya lagi baru tersentuh bantuan pemerintah setelah diviralkan lewat pemberitaan media. Belum lagi masalah-masalah sosial lainnya yang belum terselesaikan.

Padahal, bila melihat kekayaan alam Bogor ini sungguh sangat melimpah dan sangat mencukupi untuk mensejahterakan warganya tanpa terkecuali.

Gunung-gunung yang indah dan jadi ikon wisata dengan hutan-hutannya yang hijau nan asri, airnya yang jernih bahkan jadi rebutan para konglomerasi untuk dijadikan bancakan bisnis demi penumpukan kekayaan pribadi dan golongannya, serta warisan budaya benda dan non benda yang begitu melimpah, ternyata tidak bisa dikelola dengan baik dan bijak sesuai petuah-petuah leluhur agar masyarakatnya hidup damai dan sejahtera

Ini pekerjaan rumah atau PR besar untuk para pemimpin yang menahkodai Bogor, agar selalu amanah dan menepati janji untuk mensejahterakan masyarakat. Istilah kata... jangan sampai "Leuweung Hejo Masyarakat Te Ngejo".***

Editors Team
Daisy Floren